Home » Perjuangan ke sekolah..

Perjuangan ke sekolah..

Jika sudah memiliki tekad, kesulitan dan tantangan pun akan dihadapi demi masa depan yang gemilang. Ketiadaan sarana pendidikan dan transportasi yang menjangkau desa tempat tinggal mereka memaksa para laskar pelangi ini harus berjuang lebih keras agar bisa bersekolah seperti anak-anak lainnya.

Rahmawati (13) salah satunya. Siswi asal pedalaman terpencil dari Dusun Lembang, Desa Miring, Kecamatan Binuang, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, ini rela menempuh jarak beberapa kilometer, menembus hutan belantara dan perbukitan dari rumah ke sekolahnya dengan berjalan kaki.

Setiap hari, agar tidak terlambat tiba di sekolah pada pukul 07.30 Wita, Rahmawati dan teman-temannya harus berangkat dari rumah sekitar pukul 05.30 Wita. Oleh karena itu, dia harus bangun lebih pagi. Dia harus berjalan kaki selama sekitar satu jam dalam kondisi yang masih gulita sebelum sampai ke jalan poros yang dilalui kendaraan angkutan umum.

Maklum, jalan menuju desanya hingga kini masih berupa jalan setapak. Selain karena jarak yang jauh dari kota kecamatan, kondisi jalan yang becek dan belum diaspal membuat dusun ini belum dijangkau angkutan umum.

MTS Tappina Kecamatan Binuang, Polewali Mandar, tempat Rahmawati bersekolah, sebenarnya menyediakan mobil antar-jemput untuk membantu para siswanya, terutama mereka yang tinggal di daerah pedalaman. Sayangnya, infrastruktur jalan desa dan dusun yang belum mendukung untuk dilalui kendaraan membuat mobil antar-jemput yang disewa pihak sekolah ini hanya bisa menjangkau jalan-jalan poros yang beraspal. 

Oleh karena itu, para siswa masih harus berjalan kaki berkilo-kilometer dari dusun ke jalur kendaraan terdekat untuk menunggu mobil antar-jemput sebelum sampai di sekolah. 

"Sering pakaian basah kuyup karena kehujanan di perjalanan sebelum sampai ke sekolah," ujar Rahmawati.

Karena semangat

Putri pasangan Rahman dan Hara ini terkadang harus berjalan kaki sendirian menembus hutan belantara jika dua teman sedusunnya tak bersekolah karena alasan sakit atau izin. Di dusun kelahirannya itu, hanya ada beberapa siswa yang melanjutkan pendidikan ke kota. Hanya karena semangat yang tinggilah maka anak-anak ini mau menghadapi kesulitan demi bersekolah.

Anak usia sekolah lainnya akhirnya memilih tidak bersekolah karena alasan jarak. Sebagian siswa lagi yang tetap ingin sekolah dan tidak ingin terlambat terpaksa memilih menumpang di rumah-rumah penduduk di sekitar sekolahnya.

Hara, orangtua Rahmawati, mengaku prihatin dengan kondisi perjalanan anaknya ke sekolah. Saat hujan deras, beberapa titik yang dilewati anak-anak sekolah dusunnya pasti banjir sehingga tak bisa dilalui. Akhirnya, Rahmawati tak bisa bersekolah.

"Kasihan Pak, anak-anak di sini harus berjalan kaki cukup jauh ke sekolah karena tak ada sarana transportasi. Mereka tinggalkan rumah subuh hari agar bisa tiba di sekolah sebelum pelajaran dimulai. Saat musim hujan mereka terpaksa tinggal di rumah karena takut basah dan jalan banjir," ujar Hara yang mengaku terus memberikan dorongan kepada anaknya agar tetap semangat pergi ke sekolah.

Kepala MTS Tappina, Lukman, mengaku paham dengan akses yang sulit yang kerap dihadapi para siswanya, terutama anak-anak yang berasal dari daerah pedalaman. Oleh karena itu, mereka menyewa sebuah mobil untuk digunakan sebagai angkutan antar-jemput gratis bagi para siswa. Hanya saja, mobil itu tetap tak bisa menjangkau permukiman para murid di daerah pedalaman karena masalah infrastruktur.

"Salah satu upaya kita mengatasi kesuitan para siswa, terutama yang tinggal di pedalaman yang jauh dari sekolah, telah disediakan angkutan antar-jemput secara gratis. Hanya saja, karena kondisi jalan desa dan dusun yang belum dijangkau kendaraan membuat siswa tetap harus berjalan kaki berkilo-kilo ke jalur poros sebelum melanjutkan perjalanan ke sekolah," ujar Lukman.

Opsi lainnya, MTS Tappina tidak memberlakukan aturan ketat bagi para siswa dari daerah pedalaman yang datang terlambat. Siswa yang datang terlambat dan basah kuyup menempuh perjalanan jauh tetap diperbolehkan mengikuti pelajaran seperti biasa. Di MTS Tappina tercatat lebih dari 180 siswa yang belajar, mayoritas adalah para siswa yang tinggal di pedalaman. 

Mereka diajar oleh 18 guru. Tiga guru bertatus pegawai negeri sipil (PNS) dan sisanya adalah guru honorer yang telah mengabdi selama bertahun-tahun. Bahkan, meski sudah mengabdi selama belasan tahun, sang kepala sekolah masih berstatus guru honorer hingga kini.

Ditulis Oleh : Unknown

Artikel Perjuangan ke sekolah.. ini diposting oleh Unknown pada hari . Terimakasih atas kunjunganya, serta kesediaan membaca artikel ini, Kritik dan saran dapat Anda sampaikan melalui kotak komentar.

:: Joko Cummeq ::

Bagikan ke teman
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar